Sabtu, 15 Maret 2014

PROPOSAL PENELITIAN PENELITIAN PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA TERHADAP LAMA KEAWETAN MIE BASAH

A.      JUDUL
Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Keawetan Mie Basah
B.       LATAR BELAKANG
Ketahanan pangan adalah ketersediaan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia secara berkelanjutan.Dalam upaya pemenuhan pangan, industri pangan memproduksi berbagai macam produk makanan.Meningkatnya kebutuhan pangan bagi masyarakat mendorong industri untuk melakukan produksi pangan dalam jumlah yang besar.Akan tetapi, hal yang menjadi masalah utama adalah kandungan gizi dan kualitas produksi.Kandungan gizi pada makanan saat ini, masih terus dipertanyakan keamanannya, karena banyaknya bahan makanan yang mengandung pengawet yang berbahaya.
Pengawet makanan merupakan bahan tambahan (zat aditif) pada makanan yang berfungsi untuk menjaga makanan sehingga mampu bertahan lebih lama.Broto dalam Wigyanto dkk (2012) mengemukakan bahwa pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan menjamin mutu suatu bahan pangan agar terjaga dengan baik dalam waktu selama mungkin.Para produsen mie dalam melakukan produksinya umumnya menggunakan zat aditif untuk mempertahankan kualitas produknya.
Berdasarkan data Consult dalam Munarsh dan Haryanto (2002) melaporkan bahwa konsumsi mie oleh mayarakat Indonesia pada tahun 1995 sebesar 3.544,5 juta atau setara dengan 265,838 ton. Tahun berikutnya konsumsi mie meningkat sebesar 25%, angka ini terus meningkat dengan laju 15% pertahun hingga tahun 2002 sudah mencapai 34 juta ton.
Pengawet yang digunakan oleh produsen mie, umumnya menggunakan bahan pengawet yang berbahaya.Hasil penelitian dari BPOM (2006) berdasarkan hasil sampling dan pengujian laboratorium secara serial di Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram dan Makassar pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 213 sampel mie basah, hanya sebanyak 76 jenis yang memenuhi syarat konsumsi dan 137 tidak memenuhi syarat konsumsi. Dengan demikian, rata-rata mie basah yang mengandung formalin adalah 60% kecuali di Makassar hanya 6,45%.
Maraknya penggunaan formalin sebagai pengawet pada bahan makanan membuat masyarakat resah.Oleh karena itu, perlu pembuatan pengawet alami dari tanaman yang berpotensi sebagai pengawet, salah satunya adalah tanaman mahkota dewa.
Mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa) merupakan salah satu jenis tanaman yang semakin diminati masyarakat karena memiliki banyak fungsi diantaranya mengobati penyakit kanker, ginjal, dan darah tinggi.Winarto (2009),menyatakan bahwa daun serta buah mahkota dewa mengandung saponin dan flavonoid.Kandungan tersebut merupakan antibakteria yang mampu menghambat pertumbuhan mikrobia.Kandungan daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) memiliki antibakteria, sehingga dapat menghambat pertumbuhan Streptococcusmutans.Streptococcusmutans merupakan bakteri patogen utama pada dental karies pada manusia.(Roekistiningsih, 2013).
Buah mahkota dewa telah banyak diolah dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Namun, pemanfaatan daun mahkota dewa  masihminim dilakukan oleh masyarakat dan hanya menjadi sampah yang terbuang sia-sia. Padahal,  senyawa yang terkandung di dalam buah sama dengan senyawa yang ada pada  daun mahkota dewa yaitu senyawa flavonoid dan saponim yang  dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alamiyang mempunyai efek antihistamin.Oleh karena itu, penulis memilih judul ini untuk menguji adanya pengaruh ekstrak daun mahkota tersebut terhadap keawetan mie basah.
C.      RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh konsentrasi dan lama perendaman daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap keawetan mie basah?

D.      TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap keawetan mie basah.
E.       MANFAAT PENELITIAN
1.    Manfaat Teoritis
Memberikan tambahan referensi terkait pengembanganbahan  pengawet alami menggunakan ekstrak daun mahkota dewa, serta pengamplikasiannya sebagai bahan ajar di tingkat institusi pendidikan .
2.        Manfaat Praktis
a.    Bagi masyarakat, mengetahui manfaat daun mahkota dewa sebagai pengawet alami sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan yang sehat dan bermanfaat.
b.    Bagi produsen dan konsumen mie basah, memberi pengetahuan tambahan kepada produsen dan konsumen mie basah tentang pemanfaatan daun mahkota dewa sebagai pengawet alami untuk menghindari indikasi berbahaya dari bahan pengawet sintetik.
c.    Bagi pemerintah, dapat memberikan konstribusi hasil riset kepada BPOM dalam meminimalisir beredarnya mie basah yang menggunakan pengawet berbahaya dalam produk pangannya.
F.   TINJAUAN PUSTAKA
1.    Mahkota Dewa
Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia, tepatnya berasal dari tanah Papua.Namun, tanaman ini masuk ke wilayah Keraton Mangkunegara di Solo dan Keraton Yogyakarta.Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) telah dikenal banyak sebagai tanaman obat tradisional (Harmanto, 2002).
Berdasarkan penelitian ilmiah, diketahui bahwa mahkota dewa memiliki banyak kandungan kimia yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit mulai dari penyakit ringan seperti eksim, jerawat dan luka gigitan serangga sampai penyakit berat seperti tekanan darah tinggi, kencing manis dan asam urat (Rostinawati, 2007:).
a.    Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mahkota Dewa
Menurut Rostinawati (2007), tanaman  yang  awalnya  ditanam  sebagai  tanaman  peneduh  ini  tergolong dalam  suku  atau  famili  Thymelaeacea  dan  marga  Phaleria.  Di beberapa daerah di Indonesia, mahkota dewa dikenal dengan nama buah simalakama (Sumatera/Melayu) atau  makuto  dewo  (Jawa). Berdasarkan taksonomi tumbuhan, mahkota dewa diklasifikasikan sebagai berikut :
Regnum     : Plantae
Divisi         : Spermathhophyta
Kelas          : Dicotyledoneae
Bangsa       : Myrtales
Suku           : Thymelaeceae
Marga         : Phaleria
Spesies        : Phaleria macrocarpa
Mahkota dewa merupakan tanaman yang dapat   tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.Tanaman ini terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar di daerah hutan dengan curah hujan rata-rata 1000-2500 mm/tahun.Mahkota  dewa  merupakan  tumbuhan  yang  berkembang  dan  tumbuh sepanjang  tahun.  Dalam  pertumbuhannya,  mahkota  dewa  ini  dapat  mencapai ketinggian  1-2,5  meter.  Namun  ketinggian  tanaman  ini  dapat  mencapai  hingga enam  meter  bila  dibiarkan  atau  dirawat  dengan  baik. Sementara.Morfologi tanaman ini cukup sempurna karena memiliki batang, daun, bunga dan buah.Tajuk bercabang banyak. Tinggi 1,5-2,5 m, jika  dibiarkan bisa mencapai 5 m. Daun sempit memanjang  berujung lancip dengan panjang 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Warna daun tua lebih gelap ketimbang yang muda dengan tulang daun menyirip. Tanaman yang berbunga pada bulan April  sampaibulan Agustus memiliki bunga berbentuk  terompet, putih, dan harum. Panjang dari pangkal tangkai  hingga ujung 3-4 cm. Buahnya bulat, hijau ketika muda  dan merah marun saat tua yang terdiri dari kulit, daging,  cangkang, dan biji.
b.    Kandungan Kimia
Menurut Rosnawati dalam Winarto (2007), zat aktif  yang  terkandung  di  dalam daun  dan  buah  mahkota dewa antara  lain  alkaloid,  terpenoid,  saponin,  dan flavonoid.
1)   Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar dan mencakup senyawa yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan alkaloid sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak digunakan secara luar dibidang pengobatan (Harborne, 1996).
2)   Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak astiri. Minyak astiri yang berasal dari bunga, pada awalnya dikenal dan penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan  atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut senyawa dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid
(Harborne, 1996).
3)   Saponin merupakan  suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid dan triterpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup bekerja luas diantaranya mencakup immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, anti virus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan dan efek hypokholestrol. Saponin dapat digunakan dalam berbagai keperluan, seperti untuk membuat minuman beralkohol, industri pemakaian kosmetik, membuat tradisional maupun obat modern (Harborne, 1996).
4)   Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolic sekunder yang merupakan turunan dari  senyawa fenol. Flavonoid mengandung senyawa aromatik yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spectrum UV dan spectrum tampak. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Penggolongan jenis flavonoid  dalam jaringan  tumbuhan mula-mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan  pemeriksaan  ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah sehingga flavonoid dapat dipisahkan dengan cara kromatografi (Harborne, 1996).
Flavonoid adalah substansi yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan (herbal) dan merupakan antioksidan yang potensial. Khasiatnya dapat mengurangi radikal bebas. Rosnawati (2007), mengemukakan cara kerja flavonoid sebagai berikut adalah:
a)    Mengurangi radikal bebas dengan bertindak sebagai agen/reduksi.
b)   Dapat mengurangi ion metal sehingga mengurangi kapasitasnya untuk menghasilkan radikal bebas.
c)    Menahan vitamin E dan betacarotene pada partikel lipoprotein densitas rendah (LDL)sehingga melindungi oksidasi dari LDL.
Cara yang paling umum dalam menelaah pola flavonoid dalam jaringan tumbuhan secara rutin adalah kromatografi kertas dua arah dari ekstrak etanol pekat dan  menggunakan pengembang BAA dan asam asetat 5%. Pembanding baku yang digunakan pada kromatogram senyawa rutin, yaitu suatu glikosida flavonol. Rutin bermanfaat karena letaknya kira-kira ditengah kromatogram, dan rutin sendiri terdapat sangat umum dalam tumbuhan (Harborne, 1996).
2.    Pengawet
Senyawa organik lebih banyak gunakan sebagai pengawet dibandingkan dengan senyawa anorganik. Zat kimia yang sering digunakan sebagai pengawet organik yang aman dikonsumsi adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat,  asam asetat, dan epoksida. Sedangkan senyawa anorganik yang sering digunkan  adalah sulfit, nitrat, dan nitrit. Namun terkadang terjadi penyalahgunaan zat-zat pengawet berbahaya dan tidak untuk dikonsumsi digunakan pada makanan.Salah satu pengawet berbahaya yang sering digunakan dalam makanan adalah formalin        (Kristianingrum, 2006).
Menurut Kristianingrum (2006), formalin adalah zat pengawet berupa larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Dalam formalin terkandu ng sekitar 37% formaldehid dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO. Formalin digunakan pada:
1.    Bidang kesehatan: desinfektan dan pengawet mayat
2.    Industri kayu dan playwood
3.    Industri plastik: bahan campur produksi
4.    Industri tekstil, resin, karet, dan ohotography: memperceoat pewarnaan.
Hasilsejumlah  survei dan pemeriksaan laboratorium ditemukan sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya:
a.    Tahu yang bentuknya kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan berbau menyengat
b.    Mie basah yang mempunyai  warna yang lebih mengkilat  serta awet beberapa hari dan tidak basi bila dibandingkan dengan yang tidak menggunakan formalin.
Menurut Kristianingrum (2006), dampak formalin pada kesehatan manusia, diantaranya:
a.    Bila terkena kulit akan menimbulakan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras , mati rasa dan rasa terbakar.
b.    Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut akan terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjaadi pendarahan, sakit kepala, dan hipotensi.
c.    Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radanng selaput mata
d.   Apabila terhirup dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendur luka pada ginjal, dan sensitasi paru.
3.    Mie Basah
a.    Definisi Mie
Mie merupakan produk makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Definisi mie menurut SII adalah produk makanan yang dibuat dari tepung  gandum atau tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, bentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak
(PM Badilangoe, 2012).
b.    Pembuatan Mie
Menurut PM Badilangoe (2012), pembuatan mie dalam perkembangan produk mie dan teknologi pembuatannya tidak lagi terbatas hanya dari bahan mentah utama berupa terigu  yang dapat dikelompokan menjadi beberapa macam berdasarkan bahan utamanya, yaitu:
1)   Mie yang terbuat dari tepung terigu
2)   Bihun yang terbentuk dari tepung beras
3)   So’un (fensi) yang terbuat dari pati kacang hijau
4)   Shomein yang terbuat dari tepung terigu dan tepung beras
Berdasarkan kondisi sebelum dikonsumsi, mie dapat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu mie basah, mie kering, mie rebus, mie kukus dan mie instant.Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar (PM Badilangoe, 2012).

c.    Kualitas Mie Basah
Komposisi gizi mie basah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Mie Basah per 100 gram Bahan
Gizi
Mie Basah
Zat Gizi
Mie Basah
Energi (kal)
86
Besi
0.8
Protein (g)
0.6
Vitamin A
-
Lemak (g)
3.3
Vitamin B1 (mg)
-
Karbohidrat (g)
14
Vitamin C (mg)
-
Kalsium (mg)
13
Air (mg)
80

Menurut PM Badilangoe (2012),  kualitas mie basah sangat bervariasi karena  perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah  yang sebelumnya dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu.  Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung  terigu dan bahan pembantu seperti air, telur pewarna dan bahan tambahan pangan.  Mie basah yang baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih atau kuning , tekstur agak kenyal , tidak mudah putus. Sedangkan Tanda-tanda kerusakan mi basah berbintik putih atau hitam karena tumbuhnya kapang Berlendir pada permukaan mi berbau asam / formalin berwarna lebih gelap 
Menurut  Nugrahani (2005), penggunaan bahan tambahan ilegal seperti formalin dan boraks dalam pembuatan mie basah banyak terjadi, khususnya di daerah Jabotabek. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan umur simpan mie basah.Survei terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di daerah Jakarta (5 industri), Bogor (3 industri), Tangerang (3 industri), dan Bekasi (6 industri) menunjukkan bahwa seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks).Perinciannya adalah 13 industri (76.47%) menggunakan formalin dan 16 industri (94.12%) menggunakan boraks. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 industri (70.59%) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23.53%) menggunakan boraks saja, dan 1 industri (5.88%) yang menggunakan formalin saja. Kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di pasar tradisional Jabotabek adalah 106.00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 914.36 mg/kg (mie basah matang).Mie yang dijual oleh pedagang produk olahan mie daerah Jabotabek rata-rata mengandung formalin 72.93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3 423.51 mg/kg (mie basah matang).Sementara itu, mie yang dijual di supermarket Jabotabek mengandung formalin 113.45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 941.82 mg/kg (mie basah matang).
Penelitian untuk mengetahui kandungan boraks dalam mie basah yang beredar di Kota Makassar juga telah dilakukan.Sampel mie basah dalam penelitian ini diambil dari enam pasar, tiga industri mie dan dua supermarket, masing-masing ditimbang sebanyak 50 gram untuk setiap pengujian.Metode pengujian dalam penelitian ini adalah dengan uji nyala dan uji warna.Pada uji nyala, sampel mie yang telah diabukan/  dipijarkan, ditetesi dengan asam sulfat pekat kemudian tambahkan pereaksi metanol, lalu dibakar, timbul nyala warna biru menunjukkan boraks negatif, karena bila positif warna nyala adalah hijau. Demikian juga pada uji warna, sampel mie yang telah diabukan/ dipijarkan, diasamkan dengan HCl encer, lalu kedalamnya dicelupkan kertas whatman-kurkumin yang warna kuning, setelah diberi uap amoniak terjadi perubahan warna pada kertas whatman-kurkumin menjadi warna coklat kemerahan menunjukkan boraks negatif, karena bila positif warna kertas whatman-kurkumin menjadi hijau gelap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mie basah yang beredar di Kota Makassar tidak mengandung boraks (Tumbei, 2010).


4.    Sifat-sifat Organoleptik
Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat.Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif.Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan orosedur sensorik tertentu yang harus dituruti (Susiwi, 2009).
Menurut Susiwi (2009), penilaian indrawi ada enam tahap, pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah :
a.    Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
b.    Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
c.    Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
d.   Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.




G. KERANGKA PIKIR

Produk mie basah dengan daya simpan 40 jam dalam suhu kamar
Produk mie basah ditambahkan bahan pengawet
Kasus produk mie basah dengan pengawet yang berbahaya bagi tubuh

Solusi untuk mencari pengawet mie basah yang aman
 










Ekstrak mahkota dewa sebagai pengawet organik yang aman
                                                                   
 

Lama perendaman
Konsentrasi
Berpengaruh atau tidak pada masa simpan dan uji organoleptik
Penemuan bahan pengawet alami yang aman
 








H.      HIPOTESIS
H1 :Ada pengaruh lama perendaman dan konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa terhadap keawetan mie.
H0 :Tidak ada pengaruh lama perendaman dan konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa terhadap keawetan mie.

Rumus hipotesis statistik yang digunakan, yaitu :
H0  :µ10  melawan H1 : µ1  ‡ µ0
µ1  : Keawetan mie basah dengan perlakuan
µ2  : Keawetan mie basah tanpa perlakuan

I.     METODE PENELITIAN
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Metode eksperimen murni merupakan jenis penelitian yang menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan (Suryabrata, 2013). Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Posted Only Control Desain. Perlakuan dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa 0% (sebagai kontrol), 10%, 15% dan 20 %. Kemudian, lama perendaman yang dibutuhkan yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Dengan demikian pada penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial 4 x 3 dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktor sehingga banyaknya perlakuan adalah 12.







Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Treatment                    Post-test
T1.1                                                        O1.1
T1.2                                                        O1.2
T1.3                                                        O1.3
T1.4                                                        O1.3
Daun                                                   T2.1                                                        O2.1
Mahkota Dewa                                   T2.2                                                        O2.2
T2.3                                                        O2.3
T2.4                                                        O1.3
T3.1                                                        O3.1
T3.2                                                        O3.2
T3.3                                                        O3.3
T3.4                                                        O1.3

Gambar 1.1 Skema rancangan penelitian
Keterangan:
T1.1-T1.     : Perlakuan menggunakan konsentrasi 0% selama 30, 60dan 90 menit.
T2.1-T2.3   : Perlakuan menggunakan konsentrasi 10% selama 30, 60dan 90 menit.
T3.1-T3.3   :Perlakuan menggunakan konsentrasi 15% selama 30, 60dan 90 menit.
T4.1-T4.3   :Perlakuan menggunakan konsentrasi 20% selama 30, 60dan 90 menit.
O1,1-O1.3:Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan menggunakan  konsentrasi 0%, selama 30, 60, 90 menit.
O2.1-O2.3 :Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan menggunakan     konsentrasi 10%, selama 30, 60, 90 menit.
O3.1-O3.3:Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan menggunakan   konsentrasi 15%, selama 30, 60, 90 menit.
O4.1-O4.3 :Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan menggunakan  konsentrasi 20%, selama 30, 60, 90 menit.
2.      Lokasi dan Waktu Penelitian
a)    Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu untuk pembuatan mie tanpa bahan pengawet dilakukan di Jalan Traktor 2, Nomor 2 Kompleks PU Malengkeri Baru, Makassar.Kegiatan mengekstrak daun mahkota dewa dan memberi perlakuan terhadap mie dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar.Kemudian, sebelumnya pengambilan sampel berupa daun mahkota dewa dilakukan di KecamatanBarombong, KabupatenGowa, Sulawesi Selatan.
b)   Waktu
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pengambilan sampel dan mengekstrak daun mahkota dewa dilakukan pada tanggal 25 Februari 2014.
3.      Fokus Kajian
Fokus kajian dalam penelitian  ini adalah konsentrasi ekstrak mahkota dewa, lama perendaman dan keawetan mie basah. Konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa adalah takaran daun mahkota dewa (% b/v) yang dibutuhkan untuk menjadi pengawet secara optimal dimana konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa yang digunakan dalm penelitian ini adalah 0% (sebagai kontrol), 10%, 15% dan 20%. Konsentrasi 20 % artinya terdapat 20 gram ekstrak daun mahkota dewa dalam 100 ml akuades. Lama perendaman adalah proses perendaman mie dengan memberikan perlakuan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh hasil yang optimal. Variasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini adal 30, 60, 90 menit.Keawetan mie basah adalah kondisi mie dalam ketahanan untuk dapat di simpan dalam waktu yang relatif lama, dan kelayakan untuk di konsumsi.

4.      Material Pendukung
a.    Alat
1. Alat yang digunakan dalam pembuatan mie basah.
1)   Baskom
2)   Roll
3)   Mixer
2. Alat yang digunakan untuk mengekstrak daun mahkota dewa.
1)   Neraca analisis
2)   Panci infusa
3)   Gelas kimia
4)   Gelas ukur
b.    Bahan
1.    Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah.
1)   Tepung terigu
2)   Telur ayam
3)   Air soda
4)   Air
5)   Garam
2.      Bahan yang digunakan dalam mengekstrak daun mahkota dewa
1)    Daun mahkota dewa
2)    Akuades
3)   Kertas saring
5.      Indikator / Parameter Penelitian
Indikator atau parameter yang digunakan sebagai sampel adalah mie basah yang memiliki daya awet yang baik dimana daya awet ini dapat dilihat dari masa simpan dan hasil uji organoleptik mie basah setelah ditambahkan ekstrak daun mahkota dewa.
6.      Prosedur Pelaksanaan Penelitian
a.       Pembuatan mie basah
Proses pembuatan mie basah diawali dengan mengocok telur ayam kemudian    ditambahkan tepung terigu, air dan air soda. Setelah itu, diuleni sampai merata. Kemudian siapkan kain, lalu letakan di atas kain dan ditutup rapat sambil di  tekan – tekan sampai adonan tidak mudah pecah. Setelah itu dibelah menjadi 4  bagian dan beri taburan tepung terigu agar adonan tidak mudah kering dan  lengket. Lalu adonan dicetak dengan menggunakan cetakan mie, setelah semua  selesai di cetak lalu mie direbus sampai matang, kemudian angkat dan dinginkan.
b.      Pembuatan ekstrak daun mahkota dewa
1)      Pengumpulan dan Penyiapan Bahan
Sampel berupa daun mahkota dewa yang diambil pada bulan Februari 2014 didaerah Gowa, Sulawesi Selatan.Daun mahkota dewa yang diambil, dibersihkan dari kotoran yang menempel, dicuci dengan air mengalir setelah itu dikeringkan menggunakan oven.
2)      Pembuatan Ekstrak Daun Mahkota Dewa
a.    Konsentrasi infusa daun mahkota dewa 10% yaitu daun mahkota dewa ditimbang 10 gram setelah itu ditambahkan akuades 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam panci infusa.
b.    Konsentrasi infusa daun mahkota dewa 15% yaitu daun mahkota dewa ditimbang 15 gram setelah itu ditambahkan akuades 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam panci infusa.
c.    Masing-masing dipanaskan di atas kompor listrik selama 15 menit, terhitung mulai suhu mencapai 90  sambil sekali-kali diaduk.
d.   Diserkai selagi masih panas melalui kain, kemudian ditambahkan air panas secukupnya kemudian diperoleh volume infusa sebanyak 100 ml.
c. Proses Perendaman
1)   Mie basah yang telah dibuat, direndam secara utuh dalam infusa daun mahkota dewa dengan konsentrasi 0%, 10%, 15% dan 20% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
2)   Mie basah 83 gr direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 0% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
3)   Mie basah 83 gr  direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 10% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
4)   Mie basah 83 gr yang telah direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 15% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
5)   Mie basah 83 gr yang telah direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 20% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
d. Uji Organoleptik
Penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Jadi, penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti (Susimi, 2009).



1 komentar:

  1. Hotels near Harrah's Casino and Resort – Mapyro
    Hotels 1 - 12 계룡 출장마사지 of 74 — Looking for hotels near Harrah's 시흥 출장안마 Casino 부산광역 출장마사지 and Resort? Compare reviews 남원 출장마사지 and find deals 삼척 출장샵 on hotels in with 1698 hotels in and nearby

    BalasHapus