A.
JUDUL
Pengaruh Konsentrasi
dan Lama Perendaman Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Keawetan Mie Basah
B.
LATAR
BELAKANG
Ketahanan pangan adalah ketersediaan
kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia secara
berkelanjutan.Dalam upaya pemenuhan pangan, industri pangan memproduksi
berbagai macam produk makanan.Meningkatnya kebutuhan pangan bagi masyarakat mendorong
industri untuk melakukan produksi pangan dalam jumlah yang besar.Akan tetapi, hal
yang menjadi masalah utama adalah kandungan gizi dan kualitas produksi.Kandungan
gizi pada makanan saat ini, masih terus dipertanyakan keamanannya, karena
banyaknya bahan makanan yang mengandung pengawet yang berbahaya.
Pengawet makanan merupakan bahan
tambahan (zat aditif) pada makanan yang berfungsi untuk menjaga makanan
sehingga mampu bertahan lebih lama.Broto dalam Wigyanto dkk (2012) mengemukakan
bahwa pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan
menjamin mutu suatu bahan pangan agar terjaga dengan baik dalam waktu selama
mungkin.Para produsen mie dalam melakukan produksinya umumnya menggunakan zat aditif
untuk mempertahankan kualitas produknya.
Berdasarkan data Consult dalam Munarsh
dan Haryanto (2002) melaporkan bahwa konsumsi mie oleh mayarakat Indonesia pada
tahun 1995 sebesar 3.544,5 juta atau setara dengan 265,838 ton. Tahun
berikutnya konsumsi mie meningkat sebesar 25%, angka ini terus meningkat dengan
laju 15% pertahun hingga tahun 2002 sudah mencapai 34 juta ton.
Pengawet yang digunakan oleh produsen
mie, umumnya menggunakan bahan pengawet yang berbahaya.Hasil penelitian dari
BPOM (2006) berdasarkan hasil sampling dan pengujian laboratorium secara serial
di Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram
dan Makassar pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 213 sampel mie basah, hanya
sebanyak 76 jenis yang memenuhi syarat konsumsi dan 137 tidak memenuhi syarat
konsumsi. Dengan demikian, rata-rata mie basah yang mengandung formalin adalah
60% kecuali di Makassar hanya 6,45%.
Maraknya penggunaan formalin sebagai
pengawet pada bahan makanan membuat masyarakat resah.Oleh karena itu, perlu
pembuatan pengawet alami dari tanaman yang berpotensi sebagai pengawet, salah
satunya adalah tanaman mahkota dewa.
Mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa) merupakan salah satu jenis tanaman yang semakin
diminati masyarakat karena memiliki banyak fungsi diantaranya mengobati
penyakit kanker, ginjal, dan darah tinggi.Winarto (2009),menyatakan bahwa daun
serta buah mahkota dewa mengandung saponin dan flavonoid.Kandungan tersebut
merupakan antibakteria yang mampu menghambat pertumbuhan mikrobia.Kandungan
daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
memiliki antibakteria, sehingga dapat menghambat pertumbuhan Streptococcusmutans.Streptococcusmutans merupakan bakteri patogen utama pada
dental karies pada manusia.(Roekistiningsih, 2013).
Buah mahkota dewa telah banyak diolah
dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Namun, pemanfaatan daun mahkota
dewa masihminim dilakukan oleh
masyarakat dan hanya menjadi sampah yang terbuang sia-sia. Padahal, senyawa yang terkandung di dalam buah sama
dengan senyawa yang ada pada daun
mahkota dewa yaitu senyawa flavonoid dan saponim yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alamiyang
mempunyai
efek antihistamin.Oleh karena itu, penulis memilih
judul ini untuk menguji adanya pengaruh ekstrak daun mahkota tersebut terhadap
keawetan mie basah.
C.
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh konsentrasi dan lama perendaman daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap keawetan
mie basah?
D.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap
keawetan mie basah.
E.
MANFAAT
PENELITIAN
1. Manfaat
Teoritis
Memberikan
tambahan referensi terkait pengembanganbahan pengawet alami menggunakan ekstrak daun
mahkota dewa, serta pengamplikasiannya sebagai bahan ajar di tingkat institusi
pendidikan .
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi
masyarakat, mengetahui manfaat daun mahkota dewa sebagai pengawet alami
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan yang sehat dan
bermanfaat.
b. Bagi
produsen dan konsumen mie basah, memberi pengetahuan tambahan kepada produsen
dan konsumen mie basah tentang pemanfaatan daun mahkota dewa sebagai pengawet
alami untuk menghindari indikasi berbahaya dari bahan pengawet sintetik.
c. Bagi
pemerintah, dapat memberikan konstribusi hasil riset kepada BPOM dalam
meminimalisir beredarnya mie basah yang menggunakan pengawet berbahaya dalam
produk pangannya.
F.
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Mahkota
Dewa
Mahkota
dewa adalah tanaman asli Indonesia, tepatnya berasal dari tanah Papua.Namun,
tanaman ini masuk ke wilayah Keraton Mangkunegara di Solo dan Keraton
Yogyakarta.Mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa) telah dikenal banyak sebagai tanaman obat tradisional
(Harmanto, 2002).
Berdasarkan penelitian ilmiah, diketahui
bahwa mahkota dewa memiliki banyak kandungan kimia yang dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit mulai dari penyakit ringan seperti eksim, jerawat dan luka
gigitan serangga sampai penyakit berat seperti tekanan darah tinggi, kencing
manis dan asam urat (Rostinawati, 2007:).
a. Klasifikasi
dan Morfologi Tanaman Mahkota Dewa
Menurut Rostinawati (2007), tanaman yang
awalnya ditanam sebagai
tanaman peneduh ini
tergolong dalam suku atau
famili Thymelaeacea dan
marga Phaleria. Di beberapa daerah di Indonesia, mahkota dewa
dikenal dengan nama buah simalakama (Sumatera/Melayu) atau makuto
dewo (Jawa). Berdasarkan
taksonomi tumbuhan, mahkota dewa diklasifikasikan sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisi : Spermathhophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Suku : Thymelaeceae
Marga : Phaleria
Spesies : Phaleria
macrocarpa
Mahkota dewa merupakan tanaman yang
dapat tumbuh baik di dataran rendah
hingga ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.Tanaman ini terkadang masih
dapat dijumpai tumbuh liar di daerah hutan dengan curah hujan rata-rata
1000-2500 mm/tahun.Mahkota dewa merupakan
tumbuhan yang berkembang
dan tumbuh sepanjang tahun.
Dalam pertumbuhannya, mahkota
dewa ini dapat
mencapai ketinggian 1-2,5 meter.
Namun ketinggian tanaman
ini dapat mencapai
hingga enam meter bila
dibiarkan atau dirawat
dengan baik. Sementara.Morfologi
tanaman ini cukup sempurna karena memiliki batang, daun, bunga dan buah.Tajuk
bercabang banyak. Tinggi 1,5-2,5 m, jika
dibiarkan bisa mencapai 5 m. Daun sempit memanjang berujung lancip dengan panjang 7-10 cm dan
lebar 3-5 cm. Warna daun tua lebih gelap ketimbang yang muda dengan tulang daun
menyirip. Tanaman yang berbunga pada bulan April sampaibulan Agustus memiliki bunga
berbentuk terompet, putih, dan harum.
Panjang dari pangkal tangkai hingga
ujung 3-4 cm. Buahnya bulat, hijau ketika muda
dan merah marun saat tua yang terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji.
b. Kandungan
Kimia
Menurut Rosnawati dalam Winarto (2007),
zat aktif yang terkandung
di dalam daun dan
buah mahkota dewa antara lain
alkaloid, terpenoid, saponin,
dan flavonoid.
1) Alkaloid
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar dan mencakup senyawa
yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan alkaloid sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid sering kali
beracun bagi manusia dan banyak digunakan secara luar dibidang pengobatan
(Harborne, 1996).
2) Terpenoid
merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan
nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak astiri. Minyak astiri yang
berasal dari bunga, pada awalnya dikenal dan penentuan struktur secara
sederhana, yaitu dengan perbandingan
atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5
dan dengan perbandingan tersebut senyawa dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut
adalah golongan terpenoid
(Harborne, 1996).
3) Saponin
merupakan suatu glikosida alamiah yang
terikat dengan steroid dan triterpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi
yang cukup bekerja luas diantaranya mencakup immunomodulator, anti tumor, anti
inflamasi, anti virus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan dan efek
hypokholestrol. Saponin dapat digunakan dalam berbagai keperluan, seperti untuk
membuat minuman beralkohol, industri pemakaian kosmetik, membuat tradisional
maupun obat modern (Harborne, 1996).
4) Flavonoid
merupakan salah satu senyawa metabolic sekunder yang merupakan turunan
dari senyawa fenol. Flavonoid mengandung
senyawa aromatik yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada
daerah spectrum UV dan spectrum tampak. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan
berpembuluh. Penggolongan jenis flavonoid
dalam jaringan tumbuhan mula-mula
didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara
kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah sehingga
flavonoid dapat dipisahkan dengan cara kromatografi (Harborne, 1996).
Flavonoid
adalah substansi yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan (herbal) dan merupakan
antioksidan yang potensial. Khasiatnya dapat mengurangi radikal bebas.
Rosnawati (2007), mengemukakan cara kerja flavonoid sebagai berikut adalah:
a) Mengurangi radikal bebas dengan
bertindak sebagai agen/reduksi.
b) Dapat mengurangi ion metal sehingga
mengurangi kapasitasnya untuk menghasilkan radikal bebas.
c) Menahan vitamin E dan betacarotene
pada partikel lipoprotein densitas rendah (LDL)sehingga melindungi oksidasi
dari LDL.
Cara yang paling umum dalam menelaah
pola flavonoid dalam jaringan tumbuhan secara rutin adalah kromatografi kertas
dua arah dari ekstrak etanol pekat dan
menggunakan pengembang BAA dan asam asetat 5%. Pembanding baku yang
digunakan pada kromatogram senyawa rutin, yaitu suatu glikosida flavonol. Rutin
bermanfaat karena letaknya kira-kira ditengah kromatogram, dan rutin sendiri
terdapat sangat umum dalam tumbuhan (Harborne, 1996).
2. Pengawet
Senyawa organik
lebih banyak gunakan sebagai pengawet dibandingkan dengan senyawa anorganik.
Zat kimia yang sering digunakan sebagai pengawet organik yang aman dikonsumsi
adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. Sedangkan senyawa
anorganik yang sering digunkan adalah
sulfit, nitrat, dan nitrit. Namun terkadang terjadi penyalahgunaan zat-zat
pengawet berbahaya dan tidak untuk dikonsumsi digunakan pada makanan.Salah satu
pengawet berbahaya yang sering digunakan dalam makanan adalah formalin (Kristianingrum, 2006).
Menurut
Kristianingrum (2006), formalin adalah zat pengawet berupa larutan yang tidak
berwarna dan baunya sangat menusuk. Dalam formalin terkandu ng sekitar 37%
formaldehid dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.
Formalin digunakan pada:
1.
Bidang
kesehatan: desinfektan dan pengawet mayat
2.
Industri
kayu dan playwood
3.
Industri
plastik: bahan campur produksi
4.
Industri
tekstil, resin, karet, dan ohotography: memperceoat pewarnaan.
Hasilsejumlah survei dan pemeriksaan laboratorium ditemukan
sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya:
a.
Tahu
yang bentuknya kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan berbau
menyengat
b.
Mie
basah yang mempunyai warna yang lebih
mengkilat serta awet beberapa hari dan
tidak basi bila dibandingkan dengan yang tidak menggunakan formalin.
Menurut
Kristianingrum (2006), dampak formalin pada kesehatan manusia, diantaranya:
a.
Bila
terkena kulit akan menimbulakan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah,
mengeras , mati rasa dan rasa terbakar.
b.
Apabila
tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut akan terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjaadi pendarahan, sakit kepala, dan
hipotensi.
c.
Jika
terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radanng selaput mata
d.
Apabila
terhirup dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan
pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendur luka pada ginjal, dan sensitasi
paru.
3. Mie
Basah
a. Definisi
Mie
Mie
merupakan produk makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Definisi mie menurut SII adalah produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, bentuk
khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak
(PM Badilangoe, 2012).
b. Pembuatan
Mie
Menurut
PM Badilangoe (2012), pembuatan mie dalam perkembangan produk mie dan teknologi
pembuatannya tidak lagi terbatas hanya dari bahan mentah utama berupa
terigu yang dapat dikelompokan menjadi
beberapa macam berdasarkan bahan utamanya, yaitu:
1)
Mie yang terbuat dari tepung
terigu
2)
Bihun yang terbentuk dari
tepung beras
3)
So’un (fensi) yang terbuat dari
pati kacang hijau
4)
Shomein yang terbuat dari
tepung terigu dan tepung beras
Berdasarkan kondisi
sebelum dikonsumsi, mie dapat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu mie
basah, mie kering, mie rebus, mie kukus dan mie instant.Mie basah adalah jenis
mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum
dipasarkan. Kadar air mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif
singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar (PM Badilangoe, 2012).
c.
Kualitas Mie Basah
Komposisi gizi mie
basah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Kandungan Gizi Mie Basah per 100 gram Bahan
Gizi
|
Mie Basah
|
Zat Gizi
|
Mie Basah
|
Energi (kal)
|
86
|
Besi
|
0.8
|
Protein (g)
|
0.6
|
Vitamin A
|
-
|
Lemak (g)
|
3.3
|
Vitamin B1 (mg)
|
-
|
Karbohidrat (g)
|
14
|
Vitamin C (mg)
|
-
|
Kalsium (mg)
|
13
|
Air (mg)
|
80
|
Menurut PM Badilangoe (2012), kualitas mie basah sangat bervariasi
karena perbedaan bahan pengawet dan
proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelumnya dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih lebih dahulu.
Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan
utama tepung terigu dan bahan pembantu
seperti air, telur pewarna dan bahan tambahan pangan. Mie basah yang baik mempunyai ciri-ciri
berwarna putih atau kuning , tekstur agak kenyal , tidak mudah putus. Sedangkan
Tanda-tanda kerusakan mi basah berbintik putih
atau hitam karena tumbuhnya kapang Berlendir
pada permukaan mi berbau asam /
formalin berwarna lebih gelap
Menurut
Nugrahani (2005), penggunaan bahan tambahan ilegal seperti formalin dan
boraks dalam pembuatan mie basah banyak terjadi, khususnya di daerah Jabotabek.
Hal ini ditujukan untuk meningkatkan umur simpan mie basah.Survei terhadap 12
industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di
daerah Jakarta (5 industri), Bogor (3 industri), Tangerang (3 industri), dan
Bekasi (6 industri) menunjukkan bahwa seluruh industri tersebut menggunakan
bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks).Perinciannya adalah 13 industri
(76.47%) menggunakan formalin dan 16 industri (94.12%) menggunakan boraks. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 12 industri (70.59%) menggunakan formalin sekaligus
boraks, 4 industri (23.53%) menggunakan boraks saja, dan 1 industri (5.88%)
yang menggunakan formalin saja. Kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di
pasar tradisional Jabotabek adalah 106.00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 914.36
mg/kg (mie basah matang).Mie yang dijual oleh pedagang produk olahan mie daerah
Jabotabek rata-rata mengandung formalin 72.93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3
423.51 mg/kg (mie basah matang).Sementara itu, mie yang dijual di supermarket
Jabotabek mengandung formalin 113.45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 941.82
mg/kg (mie basah matang).
Penelitian untuk
mengetahui kandungan boraks dalam mie basah yang beredar di Kota Makassar juga
telah dilakukan.Sampel mie basah dalam penelitian ini diambil dari enam pasar,
tiga industri mie dan dua supermarket, masing-masing ditimbang sebanyak 50 gram
untuk setiap pengujian.Metode pengujian dalam penelitian ini adalah dengan uji
nyala dan uji warna.Pada uji nyala, sampel mie yang telah diabukan/ dipijarkan, ditetesi dengan asam sulfat pekat
kemudian tambahkan pereaksi metanol, lalu dibakar, timbul nyala warna biru menunjukkan
boraks negatif, karena bila positif warna nyala adalah hijau. Demikian juga
pada uji warna, sampel mie yang telah diabukan/ dipijarkan, diasamkan dengan
HCl encer, lalu kedalamnya dicelupkan kertas whatman-kurkumin yang warna kuning, setelah diberi uap amoniak
terjadi perubahan warna pada kertas whatman-kurkumin
menjadi warna coklat kemerahan menunjukkan boraks negatif, karena bila positif
warna kertas whatman-kurkumin menjadi hijau gelap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mie basah yang beredar di Kota Makassar tidak mengandung
boraks (Tumbei, 2010).
4. Sifat-sifat
Organoleptik
Untuk penilaian mutu atau analisa
sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau
alat.Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat
atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif.Jadi penilaian makanan secara panel
adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan orosedur sensorik
tertentu yang harus dituruti (Susiwi, 2009).
Menurut Susiwi (2009), penilaian indrawi
ada enam tahap, pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi
sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan
kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat
indrawi suatu produk adalah :
a. Penglihatan
yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume
kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
b. Indra
peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang
dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan
tebal, tipis dan halus.
c. Indra
pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya
kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut
telah mengalami kerusakan.
d. Indra
pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan
pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada
pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
G.
KERANGKA
PIKIR
Produk
mie basah dengan daya simpan 40 jam dalam suhu kamar
|
Produk
mie basah ditambahkan bahan pengawet
|
Kasus produk mie basah dengan
pengawet yang berbahaya bagi tubuh
|
Solusi
untuk mencari pengawet mie basah yang aman
|
Ekstrak mahkota dewa sebagai pengawet
organik yang aman
|
Lama
perendaman
|
Konsentrasi
|
Berpengaruh atau tidak pada
masa simpan dan uji organoleptik
|
Penemuan
bahan pengawet alami yang aman
|
H.
HIPOTESIS
H1
:Ada pengaruh lama perendaman dan konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa
terhadap keawetan mie.
H0
:Tidak ada pengaruh lama perendaman dan konsentrasi ekstrak daun mahkota
dewa terhadap keawetan mie.
Rumus
hipotesis statistik yang digunakan, yaitu :
H0 :µ1 =µ0 melawan H1 : µ1 ‡ µ0
µ1 : Keawetan mie basah dengan perlakuan
µ2 : Keawetan mie basah tanpa perlakuan
I.
METODE
PENELITIAN
1.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Metode
eksperimen murni merupakan jenis penelitian yang menyelidiki kemungkinan saling
hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok
eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya
dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan
(Suryabrata, 2013). Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Posted Only Control Desain.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa 0%
(sebagai kontrol), 10%, 15% dan 20 %. Kemudian, lama perendaman yang dibutuhkan
yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Dengan demikian pada penelitian ini
menggunakan rancangan percobaan faktorial 4 x 3 dengan menggunakan rancangan
acak lengkap 2 faktor sehingga banyaknya perlakuan adalah 12.
Rancangan ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Treatment
Post-test
Gambar
1.1 Skema rancangan
penelitian
Keterangan:
T1.1-T1. : Perlakuan
menggunakan konsentrasi 0% selama 30, 60dan 90 menit.
T2.1-T2.3 : Perlakuan
menggunakan konsentrasi 10% selama 30, 60dan 90 menit.
T3.1-T3.3
:Perlakuan
menggunakan konsentrasi 15%
selama 30, 60dan 90 menit.
T4.1-T4.3 :Perlakuan
menggunakan konsentrasi 20%
selama 30, 60dan 90 menit.
O1,1-O1.3:Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan
menggunakan konsentrasi 0%, selama 30,
60, 90 menit.
O2.1-O2.3
:Pengamatan
keadaan mie basah setelah diberi perlakuan menggunakan konsentrasi 10%, selama 30, 60,
90 menit.
O3.1-O3.3:Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan
menggunakan konsentrasi 15%, selama 30,
60, 90 menit.
O4.1-O4.3 :Pengamatan keadaan mie basah setelah diberi perlakuan
menggunakan konsentrasi 20%, selama 30, 60,
90 menit.
2.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
a) Lokasi
Penelitian ini
dilaksanakan di dua tempat yaitu untuk pembuatan mie tanpa bahan pengawet
dilakukan di Jalan Traktor 2, Nomor 2 Kompleks PU Malengkeri Baru,
Makassar.Kegiatan mengekstrak daun mahkota dewa dan memberi perlakuan terhadap
mie dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar.Kemudian,
sebelumnya pengambilan sampel berupa daun mahkota dewa dilakukan di
KecamatanBarombong, KabupatenGowa, Sulawesi Selatan.
b) Waktu
Penelitian ini
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pengambilan sampel dan mengekstrak daun
mahkota dewa dilakukan pada tanggal 25 Februari 2014.
3.
Fokus
Kajian
Fokus
kajian dalam penelitian ini adalah
konsentrasi ekstrak mahkota dewa, lama perendaman dan keawetan mie basah. Konsentrasi
ekstrak daun mahkota dewa adalah takaran daun mahkota dewa (% b/v) yang
dibutuhkan untuk menjadi pengawet secara optimal dimana konsentrasi ekstrak
daun mahkota dewa yang digunakan dalm penelitian ini adalah 0% (sebagai
kontrol), 10%, 15%
dan 20%. Konsentrasi 20 % artinya
terdapat 20 gram ekstrak daun mahkota dewa dalam 100 ml akuades. Lama perendaman
adalah proses perendaman mie dengan memberikan perlakuan dalam jangka waktu
tertentu untuk memperoleh hasil yang optimal. Variasi waktu yang digunakan
dalam penelitian ini adal 30, 60, 90 menit.Keawetan mie basah adalah kondisi
mie dalam ketahanan untuk dapat di simpan dalam waktu yang relatif lama, dan
kelayakan untuk di konsumsi.
4.
Material
Pendukung
a. Alat
1. Alat yang digunakan dalam pembuatan mie basah.
1. Alat yang digunakan dalam pembuatan mie basah.
1) Baskom
2) Roll
3) Mixer
2.
Alat yang digunakan untuk mengekstrak daun mahkota dewa.
1) Neraca
analisis
2) Panci
infusa
3) Gelas
kimia
4) Gelas
ukur
b. Bahan
1. Bahan
yang digunakan dalam pembuatan mie basah.
1) Tepung
terigu
2) Telur
ayam
3) Air
soda
4) Air
5) Garam
2. Bahan
yang digunakan dalam mengekstrak daun mahkota dewa
1) Daun mahkota dewa
2) Akuades
3) Kertas
saring
5.
Indikator
/ Parameter Penelitian
Indikator
atau parameter yang digunakan sebagai sampel adalah mie basah yang memiliki
daya awet yang baik dimana daya awet ini dapat dilihat dari masa simpan dan
hasil uji organoleptik mie basah setelah ditambahkan ekstrak daun mahkota dewa.
6.
Prosedur
Pelaksanaan Penelitian
a. Pembuatan
mie basah
Proses pembuatan
mie basah diawali dengan mengocok telur ayam kemudian ditambahkan tepung terigu, air dan air
soda. Setelah itu, diuleni sampai merata. Kemudian siapkan kain,
lalu letakan di atas kain dan ditutup rapat sambil di tekan – tekan
sampai adonan tidak mudah pecah. Setelah itu dibelah menjadi 4 bagian dan
beri taburan tepung terigu agar adonan tidak mudah kering dan lengket.
Lalu adonan dicetak dengan menggunakan cetakan mie, setelah semua selesai
di cetak lalu mie direbus sampai matang, kemudian angkat dan dinginkan.
b. Pembuatan ekstrak daun
mahkota dewa
1) Pengumpulan
dan Penyiapan Bahan
Sampel
berupa daun mahkota dewa yang diambil pada bulan Februari 2014 didaerah Gowa,
Sulawesi Selatan.Daun mahkota dewa yang diambil, dibersihkan dari kotoran yang
menempel, dicuci dengan air mengalir setelah itu dikeringkan menggunakan oven.
2) Pembuatan
Ekstrak Daun Mahkota Dewa
a. Konsentrasi
infusa daun mahkota dewa 10% yaitu daun mahkota dewa ditimbang 10 gram setelah
itu ditambahkan akuades 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam panci infusa.
b. Konsentrasi
infusa daun mahkota dewa 15% yaitu daun mahkota dewa ditimbang 15 gram setelah
itu ditambahkan akuades 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam panci infusa.
c. Masing-masing
dipanaskan di atas kompor listrik selama 15 menit, terhitung mulai suhu
mencapai 90
sambil sekali-kali diaduk.
d. Diserkai
selagi masih panas melalui kain, kemudian ditambahkan air panas secukupnya
kemudian diperoleh volume infusa sebanyak 100 ml.
c.
Proses Perendaman
1) Mie basah yang telah dibuat, direndam secara utuh dalam infusa
daun mahkota dewa dengan konsentrasi 0%, 10%, 15% dan 20% dengan
lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
2) Mie
basah 83 gr direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 0% dengan lama
perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
3) Mie
basah 83 gr direndam dengan infusa daun
mahkota dewa konsentrasi 10% dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90
menit.
4) Mie
basah 83 gr yang telah direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 15% dengan lama
perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
5) Mie
basah 83 gr yang telah direndam dengan infusa daun mahkota dewa konsentrasi 20%
dengan lama perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit.
d. Uji Organoleptik
Penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu
komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau
sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan
kesan subyektif. Jadi, penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan
subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus
dituruti (Susimi, 2009).
Hotels near Harrah's Casino and Resort – Mapyro
BalasHapusHotels 1 - 12 계룡 출장마사지 of 74 — Looking for hotels near Harrah's 시흥 출장안마 Casino 부산광역 출장마사지 and Resort? Compare reviews 남원 출장마사지 and find deals 삼척 출장샵 on hotels in with 1698 hotels in and nearby